Kapan Haji Disyariatkan? Ini Tahun Mulainya dalam Islam
Haji, salah satu rukun Islam yang wajib bagi mereka yang mampu secara fisik dan finansial, merupakan perjalanan spiritual yang luar biasa. Setiap tahun, jutaan umat Muslim dari seluruh penjuru dunia berbondong-bondong menuju Tanah Suci Makkah untuk menunaikannya. Tapi, kapan sebenarnya kewajiban haji ini dimulai?
Pertanyaan ini cukup menarik untuk dikaji, karena berkaitan langsung dengan sejarah Islam. Ada beberapa pendapat di kalangan ulama. Ada yang berpendapat, seperti yang ditulis H. Brilly El-Rasheed dalam bukunya "Al-Bait: Misteri Sejarah Ka'bah dan Hilangnya di Akhir Zaman", bahwa haji sudah dikenal sejak zaman Nabi Adam AS. Artinya, kewajiban ini sudah ada sejak awal, jauh sebelum Nabi Ibrahim AS atau Nabi Muhammad SAW.
Namun, pendapat mayoritas ulama menyatakan kewajiban haji disyariatkan pada tahun 9 Hijriah, berdasarkan surat Ali Imran ayat 97. Pendapat lain menyebut tahun 6 Hijriah, merujuk pada surat Al-Baqarah ayat 196 yang turun di Hudaibiyah. Ada pula yang menyebutkan tahun 4 Hijriah, atau bahkan tahun ke-10 Hijriah. Bahkan, ada pula pendapat minoritas yang beranggapan haji sudah disyariatkan sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Singkatnya, perdebatan tentang kapan tepatnya haji diwajibkan masih berlangsung hingga kini.
Buku-buku seperti "Fiqhul 'Ibadat" karya Syaikh Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Syaikh Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, serta "Panduan Muslim Sehari-hari" karya KH M. Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, menjelaskan banyak hikmah di balik ibadah haji.
Haji dipercaya menghapus dosa-dosa, membersihkan jiwa seperti bayi yang baru lahir, dan mendatangkan rahmat Allah SWT. Menunaikan haji berarti menyempurnakan rukun Islam kelima, meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Rasulullah SAW bahkan menyebut haji mabrur sebagai jihad yang baik, seperti yang diriwayatkan Aisyah RA: “Ya Rasulullah, tidakkah sebaiknya kami ikut berperang (berjihad) bersama kalian (kaum lelaki)?” Rasul menjawab, “Tidak, cukuplah jihad kalian adalah haji yang mabrur. Karena sesungguhnya haji mabrur itu adalah jihad (yang baik) untuk kalian.” (HR Ahmad).
Haji melengkapi ibadah-ibadah lainnya seperti sholat, puasa, dan zakat, menjadikan keimanan lebih utuh. Doa jemaah haji pun diyakini lebih mudah dikabulkan Allah SWT.
Selain itu, haji juga kesempatan emas untuk menyaksikan langsung tempat-tempat bersejarah di Makkah, situs-situs penting dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Rangkaian manasik haji juga mengingatkan kita akan pengorbanan Nabi Ibrahim AS, Nabi Ismail AS, dan Siti Hajar, mengajarkan ketaatan dan keikhlasan.
Pakaian ihram yang sederhana melambangkan kerendahan hati, menunjukkan kesederhanaan di hadapan Allah SWT. Di Tanah Suci, berkumpulnya jutaan Muslim dari berbagai latar belakang – suku, bangsa, dan status sosial – menunjukkan kesetaraan di hadapan Allah SWT, mempererat persaudaraan dan ukhuwah Islamiyah di seluruh dunia. Haji, sebuah perjalanan spiritual yang sarat makna dan meninggalkan kesan mendalam bagi setiap pelakunya.
Pertanyaan ini cukup menarik untuk dikaji, karena berkaitan langsung dengan sejarah Islam. Ada beberapa pendapat di kalangan ulama. Ada yang berpendapat, seperti yang ditulis H. Brilly El-Rasheed dalam bukunya "Al-Bait: Misteri Sejarah Ka'bah dan Hilangnya di Akhir Zaman", bahwa haji sudah dikenal sejak zaman Nabi Adam AS. Artinya, kewajiban ini sudah ada sejak awal, jauh sebelum Nabi Ibrahim AS atau Nabi Muhammad SAW.
Namun, pendapat mayoritas ulama menyatakan kewajiban haji disyariatkan pada tahun 9 Hijriah, berdasarkan surat Ali Imran ayat 97. Pendapat lain menyebut tahun 6 Hijriah, merujuk pada surat Al-Baqarah ayat 196 yang turun di Hudaibiyah. Ada pula yang menyebutkan tahun 4 Hijriah, atau bahkan tahun ke-10 Hijriah. Bahkan, ada pula pendapat minoritas yang beranggapan haji sudah disyariatkan sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Singkatnya, perdebatan tentang kapan tepatnya haji diwajibkan masih berlangsung hingga kini.
Buku-buku seperti "Fiqhul 'Ibadat" karya Syaikh Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Syaikh Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, serta "Panduan Muslim Sehari-hari" karya KH M. Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, menjelaskan banyak hikmah di balik ibadah haji.
Haji dipercaya menghapus dosa-dosa, membersihkan jiwa seperti bayi yang baru lahir, dan mendatangkan rahmat Allah SWT. Menunaikan haji berarti menyempurnakan rukun Islam kelima, meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Rasulullah SAW bahkan menyebut haji mabrur sebagai jihad yang baik, seperti yang diriwayatkan Aisyah RA: “Ya Rasulullah, tidakkah sebaiknya kami ikut berperang (berjihad) bersama kalian (kaum lelaki)?” Rasul menjawab, “Tidak, cukuplah jihad kalian adalah haji yang mabrur. Karena sesungguhnya haji mabrur itu adalah jihad (yang baik) untuk kalian.” (HR Ahmad).
Haji melengkapi ibadah-ibadah lainnya seperti sholat, puasa, dan zakat, menjadikan keimanan lebih utuh. Doa jemaah haji pun diyakini lebih mudah dikabulkan Allah SWT.
Selain itu, haji juga kesempatan emas untuk menyaksikan langsung tempat-tempat bersejarah di Makkah, situs-situs penting dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Rangkaian manasik haji juga mengingatkan kita akan pengorbanan Nabi Ibrahim AS, Nabi Ismail AS, dan Siti Hajar, mengajarkan ketaatan dan keikhlasan.
Pakaian ihram yang sederhana melambangkan kerendahan hati, menunjukkan kesederhanaan di hadapan Allah SWT. Di Tanah Suci, berkumpulnya jutaan Muslim dari berbagai latar belakang – suku, bangsa, dan status sosial – menunjukkan kesetaraan di hadapan Allah SWT, mempererat persaudaraan dan ukhuwah Islamiyah di seluruh dunia. Haji, sebuah perjalanan spiritual yang sarat makna dan meninggalkan kesan mendalam bagi setiap pelakunya.
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3455086/original/014670400_1620793466-PF-5-Masjid-Indah-di-Dunia.jpg)
0 Response to "Kapan Haji Disyariatkan? Ini Tahun Mulainya dalam Islam"
Posting Komentar